Mengawali tulisan pada blog ini, penulis mencoba untuk
menerjemahkan suatu karya lagu yang patut untuk kita renungkan bersama sebagai
suatu yang seharusnya menjadi dasar kita melaksanakan kehidupan ini. Bahwa
waktu dan masalah akan senantiasa berjalan beriringan dengan diri kita, oleh
sebab itu keduanya harus kita anggap sebagai teman, bukan malah sebaliknya...
Karya lagu yang ingin penulis hadirkan berjudul “sejenak”
yang dalam hal ini milik dari Letto.
Berikut adalah lirik dari lagu tersebut
Sejenak - Letto
Sebelum waktumu terasa terburu
Sebelum lelahmu menutup mata
Adakah langkahmu terisi ambisi
Apakah kalbumu terasa sunyi
Luangkanlah sejenak detik dalam hidupmu
Berikanlah rindumu pada denting waktu
Luangkanlah sejenak detik dalam sibukmu
Dan lihatlah warna kemesraan dan cinta
Sebelum hidupmu terhalang nafasmu
Sesudah nafsumu tak terbelenggu
Indahnya membisu tandai yang berlalu
Bahasa tubuhmu mengartikan rindu
Luangkanlah sejenak detik dalam hidupmu
Berikanlah rindumu pada denting waktu
Luangkanlah sejenak detik dalam sibukmu
Dan lihatlah warna kemesraan dan cinta
Yang tlah semu ... yang tak semu ...
Dan tak semudah itu
Dari lirik itu penulis mencoba menerjemakannya per-bait
walaupun penulis menyadari bahwa apa yang penulis tuliskan masih jauh dari arti
yang sebenarnya dituliskan Letto.
Sebelum waktumu terasa terburu
Sebelum lelahmu menutup mata
Adakah langkahmu terisi ambisi
Apakah kalbumu terasa sunyi
Sebelum kita disibukkan oleh pekerjaan dan masalah yang
membuat kita terbelenggu dalam waktu, sebelum kita sakit dan meninggalkan dunia
Letto bertanya kepada kita : apakah didalam langkah kita penuh dengan bermacam
ambisi dunia yang menyebabkan hati kita sepi dan selalu sepi walaupun kita
penuh dengan materi dunia yang mengelilingi kita walaupun itu semua adalah merupakan ambisi kita untuk mendapatkannya
Luangkanlah sejenak detik dalam hidupmu
Berikanlah rindumu pada denting waktu
Luangkanlah sejenak detik dalam sibukmu
Dan lihatlah warna kemesraan dan cinta
Dan untuk menjawab kesunyian itu, Letto mengajak kita
meluangkan waktu dalam kesibukan kita hanya sejenak, oleh karena itu Letto
menulis kata detik yang merupakan sepersekian dari kesibukan kita. Memberikan
rindu pada denting waktu, rindu adalah pemikiran mendalam tentang hal yang
mencakup segala sesuatu tentang hal tersebut. Penulis berkeyakinan bahwa yang
dimaksud adalah mengingat / “eling” yang
dalam istilah agama disebut dengan ibadah, pada denting waktu adalah pada saat
waktunya atau adzan berkumandang. Setelah kita meluangkan waktu untuk
melaksanakan ibadah tersebut maka jawaban atas kesunyian yang menyelimuti
hati/kalbu kita akan terjawab dengan kata “dan lihatlah kemesraan dan cinta” kita bisa
menerjemahkannya dengan istilah ketenangan, kebahagiaan, serta rasa cinta yang
akan terus menyelimuti kalbu ini.
Sebelum hidupmu terhalang nafasmu
Sesudah nafsumu tak terbelenggu
Indahnya membisu tandai yang berlalu
Bahasa tubuhmu mengartikan rindu
Letto menekankan sekali lagi kepada kita untuk secara
konsisten melaksanakan ibadah pada Tuhan sebelum hidup kita berakhir. Agar
supaya saat kita mengakhiri hidup ini dengan indah atau husnul khotimah
dan kepergian kita semata-mata karena kita rindu akan berjumpa pada Tuhan.
Yang tlah semu ... yang tak semu ...
Dan tak semudah itu
Dan kekonsistenan kita dalam melaksanakan ibadah tidaklah
mudah, karena kita mengahap sang Maha Tak Terkira walaupun efeknya dapat kita
kenali. Oleh karena itu, kita kembalikan kepada bait kedua untuk selalu
meluangkan waktu walupun itu hanya sejenak untuk selalu dan selalu mengingatnya
dan melaksanakan perintahnya dan efeknya akan kembali kepada kita berupa
ketentraman serta berbagai hal yang menyenangkan seolah-olah kita sedang
bermesraan dalam cinta.